Siti Fatimah Binti Maimun, Perempuan dalam Sejarah Masuknya Islam di Nusantara

Siti Fatimah binti Maimun
Siti Fatimah binti Maimun
Kompleks pemakaman Siti Fatimah binti Maimun (Selawe.com/Fatma Hajar Islamiyah)

Selawe.comSiti Fatimah Binti Maimun, tokoh perempuan yang terkenal berkaitan dengan sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara.  Fatimah merupakan putri raja dari Makkah  bernama Maimun yang bergelar Sultan Mahmud Syah Alam.

Perjalanannya ke Indonesia dimulai dari Keddah, Malaka menuju pantai utara Jawa tepatnya Desa Leran yang kini merupakan Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Siti Fatimah dan ayah ditemani seorang pamannya Sayyid Ja’far dalam perjalanan menyebarkan agama Islam ke Indonesia.

Selama berada di Gresik, Sultan Mahmud melakukan aktivitas perdagangan untuk mendukung kelancaran misi dakwah yang dilakukan.

Penolakan

Bersama Sayyid Ja’far, Sultan Mahmud memiliki niat untuk menjodohkan putrinya, Siti Fatimah dengan Raja Brawijaya. Hal tersebut juga termasuk salah satu strategi dakwah yang hendak dilakukan untuk menyebarluaskan agama Islam.

Untuk mewujudkan niatnya mereka melakukan perjalanan menuju kerajaan Majapahit yang tengah dipimpin Raja Brawijaya. Mereka membawa buah delima sebagai buah tangan untuk raja. Ditemui oleh patihnya, Mahmud dan Sayyid Ja’far menyampaikan maksud kedatangannya.

Patih pun menyampaikan kepada Brawijaya, ada tamu yang bermaksud meminangnya. Namun, tak sampai bertemu langsung jawaban itu disampaikan melalui patihnya. Bahwa Brawijaya tidak dapat menerima pinangan Mahmud untuk putrinya.

Mahmud tetap menunggu dan berharap mendapatkan jawaban seperti yang diharapkan, tetapi tetap sama. Akhirnya mereka kembali pulang ke Leran.

Sementara itu, Raja Brawijaya mendadak sakit dan meminta Patih membawakan buah untuknya.

Mengingat delima yang dibawakan oleh Sultan Mahmud, tak menunggu lama Patih memberikan buah itu kepada raja. Dan Raja terkejut karena isinya bukanlah daging buah delima melainkan intan.

Ia mengutus Patih untuk mencari Sultan Mahmud dan Sayyid Ja’far dan membawa mereka kembali ke istana.

Sedang, Mahmud dan Sayyid Ja’far terus berjalan hingga sampailah di suatu wilayah. Disitulah Patih berhasil menemui Mahmud. Tetapi ia tidak mau mengikuti perintah raja, dan memberikan pesan jika raja ingin bertemu maka ia yang harus datang.

Patih bergegas kembali untuk menyampaikannya kepada Raja Brawijaya. Mahmud dan Sayyid Ja’far menunggu di tempat mereka bertemu dengan Patih.

Karena tak kunjung datang, Mahmud memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kemudian wilayah tersebut diberi nama Menganti yang bermakna menanti atau menunggu.

Berjalan ke utara menuju Leran, sempet beberapa saat tiba-tiba Sayyid Ja’far menghilang dan tiba-tiba kembali di sisi Mahmud. Di wilayah terjadinya peristiwa itu, kini disebut bunder.

Setibanya di Leran, Mahmud menyampaikan hasil perjalanannya. Ia meminta agar Fatimah putrinya tetap berserah kepada Allah.

Cungkup makam Siti Fatimah binti Maimun (selawe.com/Fatma Hajar Islamiyah)

Wafatnya Siti Fatimah binti Maimun

Setelah peristiwa itu, Sultan Mahmud memutuskan untuk kembali ke negerinya. Ia menitipkan Fatimah untuk tetap tinggal bersama Sayyid Ja’far.

Selang beberapa waktu, terjadilah pagebluk (wabah penyakit)  yang berbahaya. Dalam buku milik juru kunci Makam Siti Fatimah binti Maimun tertulis bahwa siapa yang terserang wabah di pagi hari maka akan meninggal di sore harinya. Menggambarkan bahwa wabah tersebut berbahaya dan mematikan.

Siti Fatimah binti Maimun bersama empat orang dayangnya terserang wabah itu, dan kelimanya meninggal dunia.

Sultan Mahmud saat itu masih dalam perjalannya kembali negeri asal, dan ia harus mengikhlaskan putrinya.

Selang beberapa waktu datanglah Raja Brawijaya ke Leran. Ia mencari Sultan Mahmud, dan tentu saja tidak bertemu karena telah kembali ke negerinya. Tidak juga ia bertemu Fatimah karena telah meninggal.

Sebagai ungkapan permintaan maaf dan ucapan terima kasih, Raja Brawijaya membangunkan cungkup untuk makam Siti Fatimah binti Maimun.

Makam itu bertulis tahun wafat Siti Fatimah binti Maimun yakni 1081 M/474 H. Menjadi penanda bahwa Islam telah hadir di Nusantara.

Penulis Fatma Hajar Islamiyah. Editor Ichwan Arif.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *