Pembelajaran Mendalam (Tidakkah) Penting?

Haifa Marta
Haifa Marta
Haifa Marta, S.Pd. guru bahasa Indonesia SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik

Komunikasi adalah kunci yang utama dalam pendekatan tersebut. Guru dapat memberikan pengertian serta teladan tentang sikap perdamaian, sportif, saling memaafkan, manajemen hati, dan berempati pada sesama teman

Penulis Haifa Marta, S.Pd. guru bahasa Indonesia SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik

Selawe.com – Mungkin pembahasan tentang pembelajaran mendalam dalam dunia pendidikan sudah menjadi hal yang fundamental dan sudah mulai dicanangkan. Banyak lembaga pendidikan yang mulai berslogan mengutamakan pembelajaran mendalam anak didiknya dibanding dengan capaian akademik dari anak didik.

Dalam ranah pendidikan dianggap hanya bisa menelurkan lulusan dan alumni personal dengan tingkat intelegensi yang tinggi. Banyak beragam sekolah dengan alumni terbaik, nilai akhir tinggi bahkan cumlaude (terkadang diperloeh dengan katrol nilai), berpikiran matang dan cerdas, serta mampu menyelesaikan segala macam jenis soal mata pelajaran dengan benar.

Namun, paradoksnya berbanding terbalik lulusan yang brilian tidak diimbangi dengan sikap dan etika yang berkualitas, kurang memiliki mental yang kuat bagai baja, problem solving yang lemah, sangat kontradiksi dengan realita perolehan nilai bintang lima yang mereka dapat.

Paradoks yang menjadi hal lazim tersebut tentunya sangat berkaitan dengan tugas guru sebagai tenaga pendidik. Seorang guru harus mampu memberikan penjelasan mengenai tujuan pendidikan dan cara bersikap yang semestinya.

Sebab, mendidik adalah kegiatan memberi pengajaran kepada peserta didik, membuatnya mampu memahami sesuatu, dapat mengembangkan potensi dirinya dengan menerapkan sesuatu yang telah dipelajarinya.

Ketika saya memberikan pembelajaran pada anak-anak hebat, ada komponen-komponen penting yang dilakukan utamanya dalam hal komunikasi. Komunikasi adalah kunci yang utama dalam pendekatan tersebut. Guru dapat memberikan pengertian serta teladan tentang sikap perdamaian, sportif, saling memaafkan, manajemen hati, dan berempati pada sesama teman.

Tak jarang ada beberapa anak didik kita yang memiliki karakter idealis cenderung kaku dan memaksakan kehendaknya. Jika tidak bisa mencapai sesuatu sesuai dengan idealismenya, dia akan kecewa hingga ke arah frustasi bahkan depresi. Arogansi dan idealisme remaja yang kuat terkadang tidak dibarengi dengan pemikiran yang dalam dan matang.

Padahal perlu ditekankan lagi pada anak-anak kita bahwa dalam perjalanan hidup selalu berliku dan up and down. Di sinilah peran pendidik baik guru maupun orang tua untuk memberikan motivasi karakter lebih dalam dan menyentuh hati.

Tak bisa pula kita sekonyong-konyong pukul rata semua kemampuan anak didik kita dengan karakter dan latar belakang sikap yang dimiliki. Alangkah bijaknya jika sang pendidik mampu menjadi tetesan embun yang menyejukkan dan sinar matahari pagi yang menghangatkan naluri anak didik. (*)

Editor Ichwan Arif

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *