
Proses pemilihan ketua kelas III-VI SD Muhammadiyah 1 GKB Gresik diwarnai nilai-nilai luhur kepemimpinan Nabi Muhammad. Wali kelas berupaya melahirkan pemimpin tangguh melalui musyawarah dan raihan suara terbanyak.
Selawe.com – Bel tanda masuk berdering nyaring, mengakhiri waktu istirahat, Senin (14/7/2025). Para siswa kembali ke kelas masing-masing. Sementara itu, wali kelas sudah siap menyambut mereka di kelas dan memandu agenda MPLS berikutnya.
Siswa-siswi kelas V Ernest Douwes Dekker misalnya. Mereka bergegas kembali ke bangku masing-masing. Sary Nadhifah Khoirunnisa, S.Hum., sang wali kelas, menyambut mereka dengan senyum ramah.
“Sebelum istirahat sudah saling mengenal, ya?” sapanya, mengawali suasana akrab. Sejak pagi, mereka memang sudah mengikuti serangkaian Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah yang meriah dan penuh keceriaan di Mugeb Sport Center.
Ustazah Nisa, sapaan akrabnya, kemudian memberikan informasi penting mengenai letak kamar mandi terdekat: “Laki-laki di kelas I dan perempuan di samping UKS/II.”
Pemimpin yang Jujur
Usai memastikan anak didiknya paham, Nisa mengawali proses pemilihan struktur kelas dengan kisah inspiratif berjudul “Muhammad Sang Pemimpin”.
“Ustazah akan menceritakan kisah seorang pemimpin yang namanya kita kenal. Saat salat kita sebut namanya. Siapakah beliau?” tanyanya memancing rasa ingin tahu siswa.
Serentak para siswa menjawab, “Muhammad!” Nisa tersenyum dan mengangguk membenarkan.
Ia kemudian melanjutkan kisah tentang Nabi Muhammad sebagai pedagang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. “Selama berjualan, Nabi Muhammad selalu jujur. Kalau ada yang beli jeruk, beliau memberikan barang terbaik. Beliau dapat dipercaya,” jelasnya.
Keteladanan Nabi tak berhenti di situ. Nisa kemudian menceritakan bagaimana Nabi memberikan sisa makanannya kepada seorang fakir miskin, padahal beliau sendiri belum makan. “Beliau memberikan demi rakyatnya yang kelaparan,” pungkas Nisa. Ia menegaskan, Nabi Muhammad adalah contoh sosok pemimpin sejati.
Mengenal Pemimpin dan Tanggung Jawabnya
Pemaparan tentang kepemimpinan Nabi Muhammad memicu diskusi menarik di kelas. Nisa menanyakan berbagai jenis pemimpin yang dikenal para siswa. Mulai dari lingkup terkecil hingga terbesar.
“Siapa pemimpin di rumah?” tanya Nisa.
“Ayah,” jawab mereka kompak.
“Siapa pemimpin di sekolah?” lanjut Nisa.
“Kepala sekolah,” jawab siswa lainnya.
Diskusi berlanjut ke pemimpin di kota, negara, hingga yang paling relevan bagi mereka saat itu: pemimpin kelas. “Kalau pemimpin kelas?” tanya Nisa.
“Ketua kelas!” sahut para siswa.
Nisa pun mengungkap, pada kesempatan itu, mereka akan melakukan pemilihan ketua kelas beserta posisi struktural lainnya.
Nisa lalu mengajak mereka merenungkan kualitas pemimpin kelas yang baik. Muhammad Azzam Fahrizal berpendapat, “Tidak membeda-bedakan.”
Sherry Tsabita Manaf menambahkan, “Tertib.”
Sementara itu, Hiro Alfauzan Putra P. menimpali, “Disiplin.” Nisa mengangguk setuju. Ia pun menekankan, meskipun bukan ketua kelas atau pengurus lainnya, setiap siswa adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. “Meski bukan ketua kelas atau Pasma, ingat, kalian pemimpin bagi diri kalian sendiri,” ujarnya.

Pencalonan Diri
Lebih lanjut, Nisa mengumumkan rencana teknis pemilihan ketua kelas dan jajarannya. “Nanti ada dari laki-laki maupun perempuan,” tambahnya.
Sempat terjadi keraguan di antara siswa untuk mencalonkan diri, namun Nisa meyakinkan mereka, “Tenang saja, ada Ustazah yang membantu.”
Ia menjelaskan posisi yang akan mereka musyawarahkan dan pilih bersama: ketua, wakil ketua, dan bendahara. Nisa pun menjelaskan masing-masing tugas posisi tersebut lantas memberikan kesempatan kepada siswa untuk berani mencalonkan diri.
Setelah lewat empat detik, Sherry dengan berani mengangkat tangan dan melangkah maju. Ia percaya diri mencalonkan dirinya sebagai kandidat ketua kelas. Apresiasi tertuju pada si kecil cabe rawit itu.
Malu-malu masih melingkupi kelas itu. Setelah Sherry, belum ada yang berani mencalonkan diri lagi. “Yuk, kita berlatih percaya diri dan tanggung jawab,” ajak Nisa, seraya menangkap mata siswa yang tampak malu-malu.
Ia kemudian memancing dengan contoh pemimpin yang akrab bagi anak laki-laki. “Laki-laki biasanya suka main bola. Saat main bola, ada yang jadi kapten. Siapa yang pernah jadi kapten?” tanyanya.
Siapa sangka, Muhammad Raja Sulaiman pun memberanikan diri maju. Akhirnya, dua kandidat calon pemimpin kelas itu muncul.
Proses Pemilihan Demokratis
Kepada dua kandidat utama—Sherry dan Raja—yang sudah berani maju, mereka diminta menyampaikan pandangannya jika ke depan terpilih sebagai pemimpin. Nisa membantu mengarahkan dengan meminta kedua kandidat untuk mengutarakan visi mereka tentang pemimpin yang baik.
Raja menjelaskan, “Pemimpin yang baik, bisa memimpin teman-teman, tidak membeda-bedakan teman, dan tidak mengejek teman.”
Sherry tak kalah lugas. Ia berpendapat, “Pemimpin yang baik itu seseorang yang tanggung jawab dan menerapkan aturan yang bisa untuk kebaikan semua.”
Proses pemilihan pun berjalan secara demokratis. Nisa memberi kesempatan mereka untuk musyawarah lebih lanjut tentang nakhoda kelas mereka setahun ke depan. Setelahnya, Nisa membagikan kertas kecil kepada setiap siswa untuk menuliskan satu nama pilihan mereka.
“Peraih suara terbanyak menjadi ketua kelas. Sedangkan yang kedua jadi wakil ketua kelas,” jelasnya.
Janitra Maudy Nareswari sempat bertanya kritis, “Calonnya ikut vote ya Ustazah?” Nisa mengiyakan. Baginya, kandidat yang memilih diri sendiri berarti percaya bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri maupun teman sekelas.
Naurah Zakiyya Sahda ikut bertanya, “Cuma boleh pilih satu? Kalau tidak memilih keduanya?” Dengan tegas sang wali kelas mengarahkan mereka menyampaikan satu hak suara, memilih satu kandidat terbaik.
Siswa pun dengan antusias menyampaikan pilihan. Sebagian turut menjadi saksi dalam penghitungan suara.
Hasil penghitungan suara menunjukkan Raja memperoleh 12 suara sedangkan Sherry memimpin dengan 16 suara. Dengan demikian, Sherry resmi menjadi Ketua Kelas V Ernest Douwes Dekker. Adapun Raja mendampingi sebagai wakil.
Nisa mengingatkan mereka, “Minta tolong kerja sama teman-teman semua yang jadi anggota. Apapun yang terjadi di kelas ini, menjadi tanggung jawab seluruh warga kelas V Ernest Douwes Dekker.”
Di akhir sesi, Nisa kembali menegaskan pesan penting tentang kepemimpinan diri. “Ingat, semua adalah pemimpin bagi diri sendiri. Kamu harus bisa memilih jadi anak baik atau tidak? Membedakan mana yang benar dan salah, boleh dan tidak boleh dilakukan,” pungkasnya, menutup proses pemilihan dengan pesan moral yang mendalam. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah