
Selawe.com – Guru Mugeb School kompak mengawali hari dengan Ngaji Tafsir Ibnu Katsir alias Ngijir, Selasa (4/3/2025). Ini program rutin tiap Ramadan, bagian dari pembiasaan di pagi hari.
Setibanya di sekolah pukul 07.00 WIB, mereka langsung menuju Perpustakaan Al-Hikmah Mugeb School. Program Ngijir berlangsung usai guru-guru berdoa, membaca Asmaul Husna, dan membaca Al-Qur’an bersama.
Di hari keempat berpuasa Ramadan yang merupakan hari kedua bekerja kembali usai libur awal Ramadan itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Siswanto, S.Pd.I. membahas tentang infak. Mereka fokus menyimak penjelasan Sis, panggilan akrabnya, dengan duduk melingkar.
“Kemarin kita membahas ayat pertama juz 4. Tafsir ayat pertama, masalah infak, cukup panjang,” terang Sis. Pada hari pertama bekerja, Senin (3/3/2025), ia mengupas tafsir QS. Ali Imran ayat 92.
“Membahas infak di bulan Ramadan ini pas untuk memacu kita berinfak,” ujar salah satu guru Ismubaqu ini.
Sis lantas teringat pada ayat terakhir yang mereka baca bersama saat tadarus pagi itu, Ali Imran ayat 180.
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya, “Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat di atas, Sis mengungkap, kikir begitulah gayanya orang munafik. Ia lantas berkelakar, “Siap melaksanakan ayat tersebut? Siap jadi orang kikir? Kalau jadi orang kikir, Allah akan mengalungkan harta yang kita pikirkan itu di leher kita.”

Amalkan Berinfak
Karena mereka sudah mengetahui dan membaca Ali Imran ayat 92, maka Sis mendorong mereka untuk mengamalkannya. Ia lantas menukil Q.S. Shaf (61) ayat 2-3.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُون
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
“Orang beriman, ngapain mengucapkan yang tidak kamu lakukan? Ketika kita menyuruh orang lain berbuat baik, maka kita harus bisa melakukan. Mengajak melakukan bersama-sama,” tutur Sis.
Ayat ini menurutnya menjadi tantangan bagi mereka. “Apakah kita sudah berubah dari sebelum Ramadan dengan saat ini? Ataukah mengalir begitu saja? Kita ditantang sama-sama,” imbuhnya.
Lalu Ia memotivasi rekan-rekannya untuk menginfakkan harta yang mereka cintai. “Kalau nabung di bank sekian persen, ini investasi akhirat sekian persen. Keberkahan yang Allah berikan luar biasa. Banyak jalurnya tapi kita bersembunyi darinya,” ujar Sis.

Ketabahan Umu Sulaim
Sis kemudian mengajak jemaah dari kalangan guru Mugeb School itu untuk memberikan harta yang mereka cintai. Lebih lanjut, ia ajak belajar dari ketabahan Umu Sulaim saat anak pertama laki-lakinya dengan Abu Tolkhah diambil Allah.
“Anak itu sangat dicintainya, tapi Umu Sulaim rida. Makanya Umu Sulaim termasuk wanita ahli surga,” ujarnya.
Kemudahan orang beriman menerima musibah itu, lanjut Sis, karena percaya Al-Hadid ayat 22.
مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّبۡـرَاَهَا ؕ اِنَّ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرٌۚ
Artinya, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”
Dari ayat ini, Sis menuntun mereka belajar cara menghadapi musibah. “Sudah waktunya kena musibah, ya gapapa. Enteng rasanya. Tidak menyalahkan orang lain,” terang Sis.
Sis juga mengisahkan ketika Abu Tolkhah langsung menyedekahkan kebun kurma di depan Masjid Nabawi. “Sedekah untuk keluarga lebih utama. Jangan bangga terkenal se-Indonesia tapi keluarganya miskin,” tuturnya.
Ia menyarankan untuk mengikhlaskan ketika memang sudah tahu saudaranya tidak bisa menyaur utang. “Kalau kita mengutangi seseorang, sampai jatuh tempo ia belum mampu membayar, lalu kita melonggarkan sampai ia mampu membayar, maka Allah akan memberikan pahala pada setiap waktunya,” ujarnya.
Memotivasi mereka untuk berinfak, Sis kemudian menukil Al-Baqarah ayat 261.
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Di Ramadan ini, ia mengajak rekannya berlomba-lomba untuk bersedekah. “Ibadah yang paling dicintai Allah adalah sedekah. Dan berbuat baiklah kepada saudara yang membutuhkan,” tuturnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah