
Selawe.com – Bagi Anda yang hobi jalan-jalan, ada jalur yang perlu Anda coba. Di manakah itu? Sesekali, cobalah melintasi jalur pantura (pantai utara) yang menghubungkan antara Gresik-Lamongan.
Jalan yang padat aktivitas ini memang menjadi urat nadi perekonomian. Bagaimana tidak, setiap hari ribuan orang melintasi jalur ini untuk beraktivitas. Alhasil, Anda perlu memilih waktu yang tepat agar dapat melewati daerah ini tanpa harus merasakan kemacetan.
Penulis merekomendasikan jalur ini berkaitan dengan sejarah perkembangan sosial budaya masyarakat yang tersimpan yang tentu menarik untuk Anda telisik lebih dalam. Daerah-daerah tersebut merupakan bukti adanya peristiwa besar yang pernah terjadi pada masa lampau.
Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan Gresik dan Lamongan sangat erat dengan perkembangan Islam. Hal ini tentu mewarnai masyarakat lampau hingga kini. Beberapa tokoh penyebar Islam seperti Sunan Giri, Maulana Malik Ibrahim, Siti Fatimah binti Maimun di makamkan di Gresik. Selain itu, spot-spot yang menjadi bukti penyebaran agama tentu banyak didirikan di sepanjang jalur ini.
Perjalanan dimulai dari Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Di tengah jalan tempat lalu lalang kendaraan, berdiri sebuah tugu yang oleh masyarakat sekitar dikenal dengan nama Tugu Manyar Gresik.
Tugu ini memiliki filosofi mendalam terkait usaha meraih kemerdekaan lho. Jadi berdirinya tugu ini tentunya sebagai pengingat untuk masyarakat sekitar untuk memaknai dan menjaga kemerdekaan yang sudah diraih hingga saat ini.
Melanjutkan perjalanan sekitar 15 menit, sampailah di daerah Leran. Disini kita terdapat makam Siti Fatimah binti Maimun. Menurut para sejarawan, makam ini termasuk ke dalam salah satu bukti masuknya Islam pertama kali di Indonesia.
Batu nisan dalam makam tersebut dituliskan tahun 475 H atau tahun 1082 M. Gambaran makam Siti Fatimah sendiri berada di dalam kelambu, arsitekturnya juga mengikuti corak Hindu Budha sesuai dengan kerajaan yang berkuasa, saat ia meninggal.
Beranjak dari Leran, kita akan sampai di Desa Bungah. Desa yang dikenal dengan kerajinan songkok ini memiliki sejarah yang tak kalah menarik. Nama “bungah” sebagai nama desa masih menjadi teka-teki yang terus dibicarakan.
Selain dikenal sebagai desa tempat tumbuh pohon kelapa, Bungah juga dikenal sebagai desa santri tempat berdirinya banyak pesantren. Hal tersebut menjadi hal patut dilestarikan mengingat sejarah kelam yang pernah mewarnai Desa Bungah ini.
Spot yang akan kita lewati di jalur pantura selanjutnya adalah Kecamatan Sidayu. Merupakan kota tua, jejak sejarah Kabupaten Gresik tertapak jelas di bekas Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda.
Ada berbagai bukti peninggalan sejarah yang menarik, yaitu pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula alun-alun, Telaga Rambit, dan Sumur Dahar sebagai sumber air. Terdapat pula sebuah masjid yang diberi nama Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu, sebagai penghormatan atas jasa-jasa adipati ke-8 yang sangat dicintai rakyatnya.
Bentuk hiasan, bentuk atap, dan mimbar masjid ini dihiasi dengan motif dari unsur kebudayaan pra Islam maupun kebudayaan Islam. Di sekitar Masjid Kanjeng Sepuh terdapat komplek pemakaman tempat tokoh-tokoh masyarakat Kadipaten Sedayu dimakamkan.
Khusus untuk makam para bupati diberi cungkup dan inskripsi yang berbahasa Melayu, Jawa, dan Belanda dengan menggunakan huruf Arab, Jawa, dan Latin. Selain sebagai acuan periodesasi awal hingga masa kolonial, penggunaan ketiga bahasa tersebut juga sebagai wujud dari akulturasi beberapa unsur kebudayaan.
Dalam perjalanan ini, Anda juga dapat mampir untuk menikmati keindahan alam. Di Desa Banyuurip, Ujung Pahkah, Anda dapat menikmati ekowisata pantai dengan keasrian alam yang terjaga, yaitu Banyuurip Mangrove Center.
Selain dapat menikmati deretan perahu nelayan beserta aktivitas jual beli hasil laut, Anda juga dapat mengunjungi pembibitan magrove yang menjadi daya tarik tempat ini. Anda juga dapat sekadar duduk-duduk santai di gazebo yang nyaman.
Sebagai jakur pantura, pesona pantai tentu menjadi daya tarik tersendiri. Berada di perbatasan antara Gresik-Lamongan, atau tepatnya di Desa Panceng, Anda dapat mengunjungi Pantai Delegan. Pantai dengan luas 2,5 hektar ini memiliki pasir pantai yang berwarna putih.
Ombak yang ada di pantai ini pun cukup stabil dan juga tenang, sehingga tidak sedikit dari pengunjung yang berenang di sana. Bagi Anda yang tak ingin berenang atau main pasir, Anda dapat duduk santai menikmati keindahan pantai sembari menikmati jajanan khas yang banyak dijual di sepanjang bibir pantai.
Tiba di Kabupaten Lamongan bagian utara kita akan masuk ke Desa Paciran. Di sini berdiri Monumen peringatan tenggelamnya Kapal van der Wijck, tepatnya di Pelabuhan Nusantara Brondong. Kapal van der Wijck tenggelam pada 20 November 1936 pada masa kolonial Belanda.
Pendirian monumen tersebut sebagai bentuk terima kasih kepada para nelayan setempat atas bantuan mereka saat evakuasi korban tenggelamnya kapal tersebut. Ada rumor yang berkembang bahwa beberapa orang masih mencari bangkai kapal ini karena dipercaya menyimpan harta karun bawah laut. Anda tertarik untuk ikut mencarinya?
Perjalanan napak tilas bukti perkembangan sejarah masyarakat di sepanjang jalur pantura Gresik-Lamongan berakhir di Paciran. Perjalanan ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk dapat melestarikan bukti sejarah sekaligus membangun masyarakat yang lebih baik dari berbagai sendi kehidupan.
Tertarik mencoba? Anda dapat segera menjadwalkannya. (*)
Penulis Fitri Wulandari. Editor Ichwan Arif.