
Melalui perenungan, saya berpikir untuk mengawali mengajar dengan menebak minusnya kaca mata siswa. Saya hanya bermodal penggaris menebak minus kaca matanyanya yang kemudian membuat siswa terheran-heran.
Penulis Yugo Triawanto, M.Si., Kepala SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik
Selawe.com – Fisika adalah pelajaran yang sebenarnya sangat mudah. Hal ini terbukti mayoritas materi tidak banyak berubah setiap zaman. Namun kadang hal yang mudah tidak menjadi menarik. Sedangkan hal yang tidak menarik akhirnya menjadi tidak mudah untuk dipelajari.
Mungkin ini alur pikiran terkait anggapan siswa terhadap pelajaran fisika. Saya mengajar fisika sejak 2007 sampai sekarang merasa sangat senang ketika mengajar karena ini pelajaran yang saya sukai. Maka, saya merasa punya PR, bagaimana membuat siswa suka terlebih dahulu sebelum mempelajari.
Suatu ketika saya mengajar tema tentang alat optik kepada siswa kelas VIII. Sebenarnya materi alat optik banyak berisi rumus yang agak kompleks. Sebagian siswa mungkin senang karena numerik tapi sebagian mungkin juga tidak suka.
Hal ini yang membuat saya merenung bagaimana materi alat optik menjadi materi yang common sense bagi siswa. Tidak lama saya merenung kemudian teringat konsep cacat mata yang mengharuskan orang memakai kaca mata. Jasa optik yang memeriksa biasanya hanya menyampaikan ke pasien minus atau plus kaca mata.
Perenungan saya membuat saya berpikir untuk mengawali mengajar dengan menebak minusnya kaca mata siswa. Saya hanya bermodal penggaris menebak minus kaca matanya siswa yang kemudian membuat siswa terheran heran. Angka minus yang saya tebak hampir selalu sesuai dengan kaca mata yang dipakai siswa.
“Lho kok bener tadz….,” kata siswa. Tebakan yang saya berikan sebenarnya menggunakan konsep fisika 1/f=1/So+1/Si dan P=1/f.
Siswa akhirnya sangat tertarik untuk mengetahui cara menebak dengan tepat. Maka cara ini menurut saya sangat bagus untuk membuat siswa merasa ingin tahu.
Rumus fisika yang awalnya kompleks dan tidak menarik menjadi diminati karena sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini kemudian bisa menjadi acuan untuk mengembangkan materi fisika yang lain.
Saat itu katakanlah ada siswa namanya si Fulan. Saya minta melepas kaca matanya. Kemudian saya minta baca sebuah teks dan saya ukur jarak mata ke teks ketika si Fulan sudah bisa melihat dengan jelas. Kemudian saya masukkan angka jarak dari penggaris ke rumus dalam pikiran saya.
Tidak lama kemudian saya sampaikan nilai minus kaca matany.a “Minus 3 kan,” kataku. Si Fulan tersenyum dan berbinar-binar. Dia mengatakan, “Loh kok bener, Tadz.”
Memang kadang ada ketidaktepatan tapi sangat kecil. Belajar dengan aplikasi teori akan lebih mudah dan Menarik. Kadang hal yang mudah bisa menjadi sulit karena penyampaian yang tidak menarik dan tidak berguna.
Namun ketika hal tidak menarik dan sulit kadang menjadi mudah ketika disampaikan dengan apik dan aplikatif. InsyaAllah guru dan siswa bisa terus berkolaborasi untuk belajar jika komunikasi dijalin dengan baik. (*)
Edutor Ichwan Arif