Liputan

Duta Literasi Smamio Ikuti Tur Literasi Bung Karno, Begini keseruannya

51
×

Duta Literasi Smamio Ikuti Tur Literasi Bung Karno, Begini keseruannya

Sebarkan artikel ini
Siswa Smamio
Seru: Nayla Rahma Wijaya, Duta Literasi Smamio (tengah) bersama Bapak Eri Cahyani, Walikota Surabaya berkunjung ke Istana Gebang, rumah masa remaja Bung Karno di Kota Blitar (Istimewa/Selawe.com)

Selawe.com – Nayla Rahma Wijaya, Duta Literasi Smamio, siswa SMA Muhammadiyah 10 (Smamio) GKB Gresik mendapat kesempatan untuk mengikuti Tur Literasi Bung Karno yang diadakan Pemerintah Kota Surabaya melalui Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, di lokasi bersejarah Surabaya dan Blitar, Sabtu-Ahad (28-29 Juni 2025)

Kegiatan tur literasi ini dalam rangka sosialisasi edukatif untuk menumbuhkan wawasan kebangsaan di kalangan pelajar.

Bertitik kumpul di Halaman Balai Kota Surabaya, siswi yang akrab dipanggil Nayla ini  memulai turnya. Tur Literasi Bulan Bung Karno ini mengajak 100 pemuda Jawa Timur untuk napak tilas ke rumah lahir Bung Karno, HOS Tjokroaminoto, SDN tempat ayah Bung Karno mengajar yakni SDN Sulung, makam Bung Karno hingga Istana Gebang di Blitar.

“Kami diajak untuk eksplor dan mengenal pendiri bangsa sekaligus Proklamator Indonesia lebih dalam. Tak lepas dari esensi literasi yang mana kami belajar sejarah melalui kegiatan ini dengan cara yang menarik dan antiboring,” ujarnya.

Kunjungan ke Istana Gebang Blitar

Banyak hal yang menarik saat tur ini. Yang paling menarik adalah saat berkunjung ke Istana Gebang Gebang.

Istana Gebang adalah rumah kediaman mantan Presiden Soekarno di Kota Blitar, Jawa Timur. Lokasinya di Jalan Sultan Agung Blitar, sekitar 2 kilometer dari Makam Bung Karno. Bangunan berarsitektur kolonial yang dikenal masyarakat sekitar dengan nama Ndalem Gebang ini adalah saksi bisu Bung Karno muda di kota Blitar. Soekarno tinggal bersama kedua orang tuanya, Raden Soekeni Sosrodihardjo dan Ida Ajoe Njoman Rai, beserta kakak kandung Soekarno, Soekarmini dan suaminya Raden Poegoeh Reksoatmodjo.

Keberadaan Istana Gebang saat ini difungsikan sebagai Museum Situs Istana Gebang yang dikelola oleh Pemerintah Kota Blitar. “Ternyata perabotan dan beberapa bagian rumah tidak mengalami perubahan sejak digunakan Bung Karno,” jelasnya.

Seperti kursi yang berada di ruang tamu Istana Gebang, hingga sumur yang masih mengalirkan air dan bisa digunakan oleh pengunjung.

Bagi siswi yang menjadi Duta Baca Jawa Timur, Duta Baca Gresik, Duta Literasi Smamio, sekaligus pengurus IPM Smamio ini, semua rangkaian kegiatan tur literasi Bulan Bung Karno terasa sangat menyenangkan.

“Terlebih kegiatan ini saya ikuti dengan teman-teman dari berbagai daerah di Jawa Timur yang tidak saya kenal sebelumnya. Sehingga semua kegiatan terasa antusias dan menyenangkan. Mulai dari kunjungan ke rumah lahir Bung Karno di Peneleh Surabaya hingga ke Istana Gebang,” lanjutnya.

Siswa Literasi Smamio
Berliterasi: Nayla Rahma Wijaya, Duta Literasi Smamio berkunjung dan berliterasi ke rumah lahir Bung Karno di Peneleh, Surabaya (Istimewa/Selawe.com)

Pengalaman Tak Terlupakan

Tentunya kegiatan tur literasi dan segala rangkaian aktivitasnya menjadi pengalaman yang tak terlupakan tanpa terkecuali. Namun ada satu hal yang sangat memorable yaitu saat sesi kunjungan yang diiringi dengan cerita dari salah seorang sejarawan yang ikut serta dalam kegiatan kami. Beliau banyak menceritakan hal-hal yang menjadi kontroversi atau menimbulkan banyak pertanyaan ketika kami belum mengikuti kegiatan ini.

“Itu membuat saya takjub akan cerita nyata Bung Karno. Seperti permintaan Bung Karno sebelum meninggal yang saat ia meninggal ingin dikafani dengan bendera Muhammadiyah, hingga garis waktu dari Bung Karno lahir sampai beliau menjadi penduduk nomaden sampai pensiun di Blitar.

Tentunya belajar mengenai kisah hidup Bung Karno, garis waktu kehidupannya, hingga nilai-nilai perjuangan yang harus pemuda-pemudi Indonesia lestarikan di masa sekarang.

Harapannya dengan mengikuti kegiatan ini bisa menebarkan nilai nilai perjuangan dari Bung Karno. “Bahwa apa yang Bung Karno katakan yakni ‘Beri aku sepuluh pemuda maka niscaya ku guncangkan dunia’ itu benar adanya. Sejatinya generasi muda telah menjadi pelopor sejak zaman penjajahan,” tandasnya. (*)

Penulis Yanita Intan Sariani. Editor Ichwan Arif.