Senandika, Solusi Kreatif Generasi Galau

kegiatan menulis
kegiatan menulis
Ilustrasi menulis adalah – Sumber: pixabay.com/stocksnap

Galau, sedih, stres, atau patah hati pastinya pernah mampir ke kita. Nggak usah meledak-ledak ketika rasa ini hinggap di diri kita. Cara mujarab yang bisa kita terapkan adalah dengan Senandika. Apa itu?

Selawe.com – Pernah tidak sih mengalami galau, sedih, stres, patah hati bahkan rasa tersebut campur aduk jadi satu dalam hati?

Jawabnya iya pernahlah.

Terus bagaimana caranya merendam rasa itu agar tidak meledak seperti bom atom Herosima-Nagasaki?

Jawabnya adalah lewat menulis. Kok menulis sih? Kan tidak asik, bahkan membosankan.. Apalagi zaman sekarang, pilih travelinglah.

Lha iya kalau lagi banyak duit dan waktu. Kalau tidak? Apa tidak malah jadi masalah kalau dipaksakan?

Jangan kuatir ini ada solusinya.  Lewat selembar kertas kita bisa dapat solusinya. Lewat selembar kertas kita bisa jujur tanpa ada rasa takut diomongin sana sini. Tulisan itu kita sebut senandika.

Senandika adalah bentuk tulisan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman pribadi secara mendalam bahkan memasukkan unsur emosional, konflik batik yang sulit diungkapkan ke orang lain.

Karya ini seringkali menggugah pembaca pembaca karena  kepekaan dan kejujuran  tercurahkan di sini.

Ciri-Ciri Senandika

Nah, terus Ciri-Ciri Karya Senandika itu apa sih?

Pertama, ekspresif dan personal.  Karya senandika bersifat sangat pribadi, menyoroti perasaan dan pemikiran yang sering kali tidak diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua introspektif, biasanya ditulis dalam bentuk monolog atau dialog internal, di mana penulis merenung dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

Baca juga: The Power of Self Love, Apa Untungnya Sih?

Ketiga berisi konflik batin. Masalah atau konflik internal, seperti kebimbangan, rasa kehilangan, kecemasan, atau cinta sering diangkat dalam karya ini.

Keempat menggunakan bahasa puitis. Senandika sering kali disampaikan dengan bahasa yang puitis atau metaforis, memberikan kesan yang dalam dan memukau.

Kelima, tidak terikat struktur formal. Penulis bebas mengalirkan pikirannya tanpa mengikuti aturan struktur formal seperti dalam esai atau artikel. Bentuknya bisa berupa paragraf panjang, kalimat terputus-putus, atau frasa pendek.

Lalu apa bedanya dengan cerpen? Oke kita bahas ya.

Senandika bentuknya monolog dengan narasi pribadi dari sudut pandang penulis. Kadang alurnya tidak jelas. Kalau cerpen alur, cerita lengkap konflik dengan resolusi.

Dari sisi tujuan, senandika menggambarkan suasana hati. Fokusnya perspektif pribadi sehingga subjektif. Kalau cerpen cenderung objektif, menghibur, dan menyampaikan pelajaran.

Baik, sudah jelas bukan?

Seru kan? Lewat coretan perasaan hati bisa jadi tulisan abadi.

Teruslah menulis tanpa takut “salah”.

Siapa tahu tulisanmu jadi inspirasi untuk diri sendiri dan orang lain. (*)

Penulis Yanita Intan Sariani. Editor Ichwan Arif.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *