Kebaikan Itu Rutinitas

Kebaikan Itu Rutinitas

Kebaikan Itu Rutinitas
Kebaikan Itu Rutinitas

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Jangan sampai manusia mati meninggalkan belang, naudzubillah.

Selawe.com – Seringkali kita mendengar pangkat yang tinggi, jabatan yang mentereng, gelar yang memanjang di depan maupun di belakang nama kita, masih saja membuat si pemilik merasa belum menemukan kebahagiaan yang hakiki.

Di sisi lain, kita masih saja terjebak berlomba untuk mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak syar’i.

Manusiawi jika sebagian diantara kita bercita-cita mendapatkan pangkat yang tinggi, jabatan yang memberikan fasilitas kemewahan, gelar yang bagus dari institusi ternama plus memiliki status sosial ekonomi yang mapan. Namun sebagian yang lain malas untuk menjalani proses yang tidak mudah untuk meraih itu semua.

Sah-sah saja kita menjadi pengusaha kaya raya, pejabat atau pimpinan, bergelar profesor doktor dari lulusan perguruan tinggi ternama dunia, berpangkat tinggi hingga mencapai status sosial ekonomi yang membumbung.

Prestasi Bersifar Sementara

Tujuan diciptakannya manusia tidak hanya mencari uang lantas wafat, manusia yang berguna adalah manusia yang bemanfaat bagi sesama makhluk lainnya.

Demikian beberapa kutipan motivasi religi yang telah sering kita dengar. Sejatinya manusia apabila berada di puncak kejayaan dunia, baik level kabupaten maupun global seringkali bersifat jumawa, merasa benar sendiri dan adigang adigung adiguna, menganggap lainnya lemah.  

Marah semarah-marahnya, menindas keji hingga membuat orang lain tak berdaya, membabi buta menumpahkan segala rasa emosi yang tentunya hal ini juga akan meningkatkan tekanan darah yang berakibat melemahnya kesehatan si empunya raga.

Tiba-tiba meninggal dunia dalam kondisi marah bagaimana? Bukannya, manusia akan diwafatkan seperti kebiasaannya.

Jika kita perhatikan, seringkali proses perjalanan karir dan jabatan serta status sosial ekonomi mencapai puncaknya dimulai saat berusia diatas 40 tahun hingga mulai meredup kembali di usia kisaran 60 tahun.

Saat meredup pahami sebagai sinyal kita untuk kembali kepada nilai-nilai religi yang diajarkan oleh Allah SWT lewat Rasulnya.

Baca juga: Gresik dan Dampaknya sebagai Kota Industri

Cara Memberlakukan Orang

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Jangan sampai manusia mati meninggalkan belang, naudzubillah, manusia wafat meninggalkan hal-hal yang bagus dan layak untuk dikenang dan menjadi ibrah bagi generasi selanjutnya. Minimal punya rasa malu jika dikenang buruk oleh anak cucu.

Posisi di tempat bekerja, tempat berkarya, tempat berusaha dan tempat bersosialisasi di masyarakat bersifat sementara, pangkat jabatan gelar dan status sosial ekonomi kita terbatas oleh ajal yang sewaktu-waktu akan menjemput.

Namun cara kita memperlakukan orang lain akan selalu diingat dan dikenang sepanjang zaman hingga generasi berikutnya.

Tua itu soal usia, tidak semua kita yang telah berusia dapat disebut dewasa. Saling memahami masing-masing posisi, bercengkerama dalam kebaikan disetiap kesempatan akan lebih elok untuk dilihat, diingat, dan dikenang.

Posisi kita di tempat berkarya itu sementara, pangkat, jabatan, gelar dan status sosial ekonomi adalah amanah dari sang Pencipta. Kebaikan itu rutinitas. (*)

Penulis Nanang Bagus Setiawan. Editor Ichwan Arif.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *