
Selawe.com – Seorang pemimpin sejatinya memiliki tanggung jawab untuk memimpin dirinya sendiri dan orang lain.
Hal ini terutama untuk lebih menyadarkan dirinya maupun orang yang dipimpinnya tentang hakikah manusia dan apa misi terbesar dari Sang Pencipta hingga ia ditakdirkan mendapatkan amanah untuk memimpin banyak orang.
Hal ini menjadi pesan yang cukup mendalam di hari kedua pelaksanaan Darul Arqam kepala sekolah dan wakil kepala sekolah di bawah naungan Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik. acara yang diselenggarakan di Rayz UMM Hotel, Jumat-Sabtu (18-18/1/2025) ini bertema Inculcalting Muhammadiyah’s Values and Virtues Together Stronger and Stronger Together.
Pesan-pesan yang dikemas dalam judul Leadership from Islamic Perspective tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik, Fiki Risallah, Ph.D. di hari kedua Darul Arqam kepala dan waka empat sekolah Muhammadiyah GKB tersebut.
“Manusia ketika diamanahi menjadi pimpinan, sering kali lupa bahwa semua sudah diatur oleh Allah SWT,” terangnya.
Dalam paparan slide PPT-nya, dia menampilkan makna kepemimpinan. Leadership is not just about managing changes, but more importantly managing life as a whole, with full realization of what is permanent and unchangable. (Kepemimpinan bukan hanya tentang mengelola perubahan, tetapi yang lebih penting adalah mengelola kehidupan secara keseluruhan, dengan pemahaman mendalam tentang apa yang bersifat permanen dan tidak berubah.)
Fiki memaparkan 8 hal terkait Islam memandang kepemimpinan. Di antaranya, Principles & Values (Prinsip dan Nilai), Cognitive Competencies (Kompetensi Kognitif), Emotive Competencies (Kompetensi Emosional), Executive Competencies (Kompetensi Eksekutif), Potential Derailments (Kemungkinan Terpeleset), Talent Management (Manajemen Talenta), Customer Orientation (Orientasi pada Pelayanan), dan Accountability (Akuntabilitas).
Dalam penjelasannya, Fiki mengungkap kepemimpinan berakar pada prinsip tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya sumber hukum dan kebenaran. Selanjutnya, bahwa seorang pemimpin dalam Islam dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam.
Fiki juga menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan emosional serta mampu mengambil keputusan yang efektif, adil, dan berdasarkan musyawarah.
“Pemimpin itu juga ada potensi terpeleset, ataupun potensi penyimpangan, seperti cinta dunia, kesombongan, atau penyalahgunaan kekuasaan,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab untuk mengenali potensi dan kemampuan orang-orang yang dipimpinnya serta menempatkan mereka pada posisi yang sesuai.
“Dalam Islam, pemimpin itu sebenarnya pelayan, bukan penguasa. Dan terakhir, pemimpin itu akan dimintai pertanggung jawaban,” imbuhnya.
Ia lantas menukil sebuah hadis, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya, Fiki memaparkan inti dari kepemimpinan (The core of leadership), yaitu trust (amanah), responsibility (taklif), accountability (mas’uliyyah).
Fiki juga mengingatkan bahwa sering kali pemimpin tidak melibatkan Allah dalam menghadapi masalah kepemimpinannya. “Ketika Allah memberi masalah, kita merasa bisa memberi solusi, Allah-nya hilang. Kita tidak merasa bahwa semua masalah baik positif maupun negatif itu dari Allah.”
Ia juga berucap, “Sering kali kita ujub karena kita merasa bisa menyelesaikan masalah. Makanya ada doa. “Wa laa takilniiy ilaa nafsiy thorfata ‘ain, Masalah itu Allah sengaja memberi kepada kita,” tandasnya. (*)
Penulis Ain Nurwindasari. Editor Ichwan Arif