HeadlineLiputan

Meraih Hidup Mulia Lewat Kerja Berkah, Psikolog Ini Bagikan Resepnya

44
×

Meraih Hidup Mulia Lewat Kerja Berkah, Psikolog Ini Bagikan Resepnya

Sebarkan artikel ini
menggali Makna
Psikolog klinis RSJ Menur Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi. saat menyampaikan materi di Pengajian Ramadan, Sabtu (22/3/2025) (Sayyidah Nuriyah)

Selawe.com – Lantai 1 Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik pada Sabtu (22/3/2025) menjelang siang masih penuh. Hari itu, Majelis Dikdasmen dan PNF PCM GKB Gresik menggelar Pengajian Ramadan 1446 H yang dihadiri ratusan guru dan karyawan dari empat sekolah.

Setelah serangkaian acara pembukaan dan kajian iftitah, tibalah momen yang dinanti, motivasi dari Psikolog klinis RSJ Menur Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi. membawakan tema “Membangun Kehidupan Mulia melalui Kerja Berkah”.

Dengan presentasi PowerPoint yang menarik, Danang memaparkan motivasinya. Jamaah pria dan wanita dapat menyimak jelas melalui televisi pintar dan layar proyektor yang tersebar di area masjid. Juga live streaming YouTube Masjid Taqwa. Hembusan sejuk dari pendingin udara menambah kenyamanan para hadirin.

“Kesempatan adalah kunci. Bertemu orang baik itu kesempatan di mana anda menemukan rejeki lainnya,” ujar Danang membuka motivasinya.

Ia lalu menyadarkan, manusia tidak bisa hidup tanpa interaksi sosial. “Bayangkan jika kita hanya berdiam diri di rumah, stres pasti menghampiri. Bertemu orang saja sudah rezeki, apalagi bertemu orang baik dan beriman. Jangan persempit definisi rezeki!”

Kemudian, Danang menekankan pentingnya ketenangan hidup. “Tanpa ketenangan, kita tidak bisa hidup. Orang yang tidak tenang membutuhkan obat yang harganya jutaan, hanya untuk meraih ketenangan,” tambah Pendiri Brilian Psikologi ini.

“Kadang kita mempersempit definisi rezeki, sehingga kinerja tidak maksimal. Padahal, ketika rezeki disyukuri, rezeki lain akan datang.”

Mengutip konsep adversity quotient (AQ) dari Paul G. Stoltz, Danang menjelaskan, kesuksesan seseorang dipengaruhi kemampuannya dalam menghadapi tantangan. “Orang sukses memiliki AQ yang bagus. Mereka gigih dan tidak takut sakit. Jika memiliki tujuan, mereka akan berusaha mencapainya,” jelasnya.

Merujuk Paul, Danang mengelompokkan orang dalam pekerjaan menjadi tiga tipe, dianalogikan seperti pendaki gunung: Pertama, Quitters (60%): Mereka yang mudah menyerah saat menghadapi kesulitan.

“Dalam organisasi, mereka adalah orang-orang yang langsung menyerah saat melihat kesulitan,” kata Danang.

“Mereka tidak bermain, tetapi dipermainkan,” imbuh Pendiri Akademi Psikoterapi Indonesia ini.

Kedua, Campers (30%): Mereka yang bermain aman, tidak mau mengambil risiko besar. “Mereka rajin, tetapi tidak mau mengambil risiko. Jika berhasil, mereka bisa menjadi pemimpin. Mereka datang dan pulang tepat waktu. Jika memiliki ide yang mungkin tidak disukai atasan, mereka akan diam. Kita sebut mereka medioker,” jelasnya.

Ketiga, Climbers (10%): Mereka yang berani mengambil risiko untuk mencapai puncak. “Mereka memiliki sudut pandang yang lebih tinggi. Mereka adalah para pemenang. Play to win, bermain untuk menang,” tegasnya.

“Orang tua campers menghasilkan anak campers, orang tua quitters menghasilkan anak quitters,” lanjutnya.

Orang tua quitters berkata, “Jangan jauh-jauh, Nak, nanti tertabrak pohon.” Padahal, pohonnya masih jauh.

Orang tua campers berkata, “Nak, bertandinglah. Kalau kalah, tidak apa-apa, tidak usah terlalu ngotot.”

Orang tua climbers berkata, “Sikat! Nomor satu! Tapi kalau kalah, ya tidak apa-apa. Coba saja dulu.”

Pertanyaannya, “Kita termasuk orang tua yang mana?”

Dalam sesi diskusi, Yanita Intan Sariani, guru Smamio, bertanya tentang cara menjadi climbers, terutama bagi seorang introvert. Danang menjawab, “Siapkan bekal ketika latihan!”

“Orang hipotermia karena tidak membawa selimut atau jaket. Jika ingin menjadi climbers, bukan berarti nekat. Perlu strategi, perlu kerangka kerja.”

“Siapkan kapasitas menjadi climbers. Kemampuan berpikir perlu dilatih. Tugas kita adalah berusaha. Kita harus memiliki tujuan yang jelas. Play to win. Kita tahu tujuan kita.”

Danang mengajak semua orang untuk menjadi climbers bagi diri sendiri. “Kadang kita harus merelakan diri menjadi orang yang dipimpin. Peran kita berbeda-beda. Di organisasi, mungkin kita menjadi campers, tetapi di rumah, kita bisa menjadi climbers,” ujarnya.

Selanjutnya, Uripan Nada dari sekolah mitra, bertanya tentang tips menjadi climbers di usia lanjut. Danang menjawab, “Di usia lanjut, kita bisa membimbing dan menginspirasi anak-anak untuk menjadi campers atau climbers.”

“Kita sendiri yang menentukan tujuan kita. Jangan mendaki di tangga yang salah. Jadilah campers di organisasi dan climbers di rumah. Itu adalah mentalitas menghadapi kesulitan. Pemimpin karbitan akan mudah jatuh karena pondasinya tidak kuat.”

“Sebagai orang tua, berikan kesulitan yang kita bimbing. Anak yang depresi adalah anak yang tidak banyak diberi kesulitan. Anak yang sering dikurung di rumah sehingga tidak berkesempatan salah berteman lebih cenderung depresi. Bagaimana mencetak anak menjadi climbers? Hadapkan mereka dengan kesulitan,” pungkas Danang. (*)

Penulis Sayyidah Nuriyah. Editor Ichwan Arif.