Liputan

Luigi Buktikan Tak Hanya Jago Catur, tapi Juga Berprestasi di Ajang Sains Nasional

122
×

Luigi Buktikan Tak Hanya Jago Catur, tapi Juga Berprestasi di Ajang Sains Nasional

Sebarkan artikel ini

Selawe.com — Tak disangka, di balik sosok atlet catur muda yang kerap menjuarai berbagai turnamen, tersimpan potensi luar biasa di bidang sains. Dialah Luigi Kautsarrzaky, siswa kelas 3 Denmark Mugeb Primary School, yang berhasil meraih medali perak tingkat nasional pada ajang Kompetisi Sains Nalaria Realistik (KSNR) ke-7 tahun 2025, yang digelar pada Ahad (19/10/2025) di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Tangerang.

Prestasi ini menjadi catatan istimewa bagi Luigi dan keluarganya, mengingat tidak ada persiapan khusus sebelumnya. Ibunda Luigi, Septia Wahyu Anggraeni, mengungkapkan bahwa sejak kecil anaknya sudah menunjukkan rasa ingin tahu tinggi, namun fokus utamanya tetap di dunia catur.

“Ketika kelas 2, Luigi juga sempat meraih Medali Emas pada International Kangaroo Science Contest (IKSC) 2024. Tapi waktu itu juga tanpa persiapan apa pun. Masuk sekolah, kebetulan ada asesmen IKSC, eh, dapat medali,” ujar Septia saat diwawancarai tim redaksi Selawe.com.

Menurutnya, keikutsertaan Luigi dalam KSNR-7 pun berawal dari kebetulan. “KSNR itu diikuti karena asesmennya dilakukan lewat sekolah, dan waktu itu Luigi tidak sedang bolos. Biasanya kalau mau turnamen catur, saya memang izinkan ia absen sekolah untuk latihan bersama pelatih,” tambahnya.

Menariknya, pada hari pelaksanaan semifinal KSNR-7, Luigi seharusnya mengikuti Open Tournament Demokrat Cup 2025 di Gresik. Namun, karena panitia membatalkan turnamen tersebut, Luigi akhirnya bisa fokus mengikuti babak semifinal. “Ternyata itulah jalan rezekinya,” tutur Septia.

Tak Menyangka Raih Medali Perak

Saat pengumuman dan penganugerahan pemenang di UTCC, Septia mengaku sempat pesimis ketika nama Luigi tidak disebut dalam daftar peraih medali perunggu.

“Saya sudah berpikir, kalau perunggu saja tidak dapat, apalagi medali yang lebih tinggi. Tapi saya ingat lagi, dari puluhan ribu peserta di seluruh Indonesia, Luigi bisa sampai di titik ini sudah luar biasa,” kenangnya.

Namun, suasana berubah haru saat layar besar menampilkan nama Luigi Kautsarrzaky, SD Muhammadiyah 1 GKB, sebagai peraih medali perak.

“Saya sampai bergetar saat merekam. Biasanya kalau dia naik panggung untuk menerima medali catur, saya biasa saja. Tapi kali ini rasanya berbeda sekali. Seakan tidak percaya bahwa ini benar-benar anak saya,” ucapnya terharu.

Sebelum final, Luigi sama sekali tidak melakukan persiapan sains secara khusus. Ia lebih sering berlatih dan bertanding catur.

“Luigi itu atlet catur. Dia tidak punya guru sains, tidak les, bahkan buku latihan sainsnya cuma modul dari sekolah,” ungkap Septia.

Luigi mempersiapkan diri menghadapi final KSNR dengan dukungan penuh dari pihak sekolah, yang memberikan pembinaan intensif selama empat hari berturut-turut.

Namun ketika dinyatakan lolos ke babak final, keluarga pun memutuskan untuk menghentikan sementara semua aktivitas catur. Luigi mulai belajar konsep IPA melalui bimbingan KPM Cabang Surabaya, meski sempat terlewat dua pertemuan.

“Akhirnya Luigi mengikuti dua kali pembinaan terakhir, dan saya mencarikan guru les privat dadakan agar ia lebih memahami konsep IPA,” jelas Septia.

Belajar di Samping Bed Ayah

Perjuangan Luigi menuju final tidak mudah. Di tengah semangatnya belajar, sang ayah justru jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

“Luigi ikut menginap di rumah sakit sambil membawa lembar latihan KSNR. Bahkan sempat ikut pembinaan online di samping bed ayahnya,” tutur sang ibu.

Meski begitu, sekolah juga memberikan dukungan penuh dengan mengadakan pembimbingan untuk para finalis selama empat hari. “Sayangnya Rabu itu Luigi harus absen karena banyak tamu yang menjenguk ayahnya di rumah sakit,” imbuhnya.

Tidak Muluk-Muluk, Asal Totalitas

Soal harapan ke depan, Septia menegaskan bahwa keluarga tidak ingin menekan Luigi dengan target akademik tertentu.

“Sejujurnya kami tidak punya harapan muluk. Yang penting, apapun bidang yang dia tekuni, Luigi harus totalitas, disiplin, dan bersemangat,” ujarnya.

Sementara itu, di tempat terpisah Luigi menyatakan bahwa ia siap mencoba kompetisi sains lainnya. Saat ia ditanya tentang pilihannya antara catur dan sains, Luigi mengaku tak ingin memilih antara dua dunia yang sama-sama ia cintai.

“Lihat tingkatnya dulu, kalau bisa ya dua-duanya,” ucapnya sambil tersenyum malu-malu saat ditemui pada Selasa (21/10/2025).

Bagi Luigi, setiap kompetisi adalah perjalanan belajar, bukan sekadar perburuan medali. Ia menikmati prosesnya, bukan hanya hasilnya. Dan di balik tawa polosnya, tersimpan semangat besar seorang anak yang tak berhenti bermimpi. Bahwa dengan tekad, disiplin, dan doa, tak ada batas bagi anak Indonesia untuk berprestasi di tingkat nasional. (*)

Penulis Lailatul Mabadi C. Editor Sayyidah Nuriyah